Rahasia Sukses

t>

Rabu, 07 November 2012

Yamaha Nouvo


Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menegaskan tidak akan menghadirkan Yamaha Nouvo SX. Padahal generasi terbaru pelopor skutik Yamaha ini sudah banyak peminatnya. Sayangnya, menurut survei yang dilakukan YIMM pasarnya masih kecil.
  "Memang banyak yang suka dan cari, komunitas juga banyak yang tanya tapi pasarnya kecil. Kami sudah melakukan survei dan pasarnya memang kecil," ungkap General Manager Marketing and Communication YIMM Eko Prabowo saat dijumpai di kantornya di Pulogadung, Jakarta, Senin (21/5/2012).

"Karakter orang Indonesia berbeda, di sini kebanyakan tidak begitu suka skutik besar. Lihat saja PCX, tidak banyak populasinya," tukas Eko.

Yamaha juga tidak dapat memenuhi keinginan konsumen loyal yang ingin mendapatkan Nouvo SX melalui YIMM. "Itu sudah ranahnya importir umum, kami tidak bisa melayani, sebab jika kami menjualnya maka kami harus menyediakan sparepart selama 12 bulan ke depan." urainya.

Yamaha Nouvo SX sendiri telah resmi mengaspal di Vietnam dan Thailand. Nouvo SX mengadopsi mesin berkapasitas 125 cc. Motor ini telah menganut teknologi injeksi YMJET-FI. Yamaha Nouvo SX ini semakin elegan dengan penggunaan lampu LED.

Lebih lanjut, perubahan signifikan terjadi pada panel indikator. Jika model sebelumnya masih menggunakan model konvensional kini terlihat modern dengan model digital.

Daripada kelamaan nunggu model Nouvo Terbaru mending beli model dibawah ini deh mudah-mudahan pihak Yamaha ngga menghentikan produksi spare partnya untuk jenis motor Yamaha Nouvo Lele dibawah ini. Satu yang selalu saya perhatikan dari Service Yamaha kalah jauh dari AHASS Honda yang lebih memuaskan pelayanannya terutama service di Kota Surabaya.

Satu Jangan Hanya Terdepan Jualan Motor Tapi Service n Spare Partnya donk dilengkapin.

Sabtu, 10 Maret 2012

Dampak Kenaikan BBM Terhadap Penurunan Kesejahteraan

Jika pengeluaran selama ini didominasi oleh biaya transportasi, ini bisa disebut kiamat kecil.
Bukan hanya pemerintah yang membuat Perubahan APBN. Masing-masing Rumah Tangga dipaksa membuat revisi APBN-P alias Anggaran Pendapatan dan Biaya Rumah Tangga (APBRT).

Kenaikan harga BBM sebesar 33,33% dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter yang akan berlaku sejak 01 April 2012 membuat bulu kuduk ikut berdiri. Sebab, sudah barang tentu akan diikuti oleh kenaikan harga  barang dan jasa. Nggak percaya ?. PLN sudah berancang-ancang menaikan tarif listrik sebesar 10% mulai 01 Mei 2012. Disisi lain, pendapatan alias gaji belum ada kabar untuk dinaikan.
Berharap gaji naik (PNS), secara matematis sulit terealisir karena kenaikan harga BBM dan kenaikan tarif Listrik adalah untuk menghemat pengeluaran alias mengurangi subsidi. Kalau gaji naik, sudah pasti menambah pengeluaran pemerintah, akhirnya kenaikan gaji bisa lebih besar dari pengurangan subsidi sehingga tujuan penghematan tidak tercapai. Jadi, lupakan dulu kenaikan gaji.
Alasan lainnya, jika kenaikan harga BBM diikuti kenaikan gaji, maka tulisan ini jadi percuma dibaca. Maksudnya, Dampak Kenaikan BBM Terhadap Penurunan Kesejahteraan menjadi NIHIL.
Jadi, asumsi dasar tulisan ini adalah : Gaji tetap, Pengeluaran Bertambah.
Kira-kira, berapa persen penurunan kesejahteraanku ?. Menurut hitungan sederhana, penurunan kesejahteraan tidak akan sampai 33,33%. Alasannya, karena tidak seratus persen komponen biaya hidup dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM. Alasan lainnya, tidak seratus persen bobot biaya produksi barang dan jasa dipengaruhi oleh BBM.
Tapi, pendapat diatas tidak selalu benar. Ternyata, Organda (Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan) bakal menaikan tarif hingga 35%. Macam-macam alasan yang mereka sampaikan, padahal BBM hanya menyerap 40% biaya operasional kendaraan. Harusnya, kenaikan tarif maksimal adalah 13,33% yaitu 33.33% X 40%.
Mengapa naiknya begitu tinggi ?. Cara berpikir seperti Organda ini melanda sebagian besar pengusaha. Baca saja di koran, harga bahan makanan yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari seperti telur, cabe, gula pasir, minyak goreng dan lain-lain sudah naik mendahului BBM.
Persentase kenaikannya sangat bervariasi, yang jelas naiknya melebihi persentase kenaikan harga pokok. Contohnya, minyak goreng curah, naik dari Rp. 9.800 menjadi Rp 12.000 per kg atau naik 22%.  Padahal, bobot biaya BBM terhadap industri hanya 10%.
Apakah cara yang ditempuh pengusaha, menaikan harga jual (persentase) melebihi persentase kenaikan harga pokok keliru ?. Menurut hemat penulis, cara tersebut sah-sah saja karena sesuai prinsip ekonomi. “Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari modal sekecil-kecilnya”.  Mumpung ada momen kenaikan BBM, ada alasan untuk menaikan harga dan tarif.
Kembali kepada judul di atas, berapa penurunan kesejahteraan karena kenaikan BBM ?.
Dari fakta-fakta diatas dan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2011 dengan sampel 75.000 rumah tangga, komponen pengeluaran adalah : Makanan 49,45% dan Non Makanan 50,55%.
Bila minyak goreng curah diasumsikan mewakili Makanan dan Tariff mewaki jasa, maka komposisi pengeluaran rumah tangga menjadi :
- Makanan 122% X 49,45% = 60,33%
- Non Makanan 135% X 50,55% = 68,24%
Total = 128,57%
Maksimal = 100,00%
Naik = 28,57%
Kenaikan harga dan tarif sama dengan penurunan kesejahteraan. Yaaa…penurunan kesejahteraan sama dengan 28,57%.
Apakah anda percaya dengan angka-angka prediksi di atas ?. Jawabannya hanya ada dua : Percaya atau Tidak Percaya. Kalau jawaban anda Atau, nggak apa-apa, silahkan saja. Tidak ada undang-undang yang melarangnya he he he.
Untuk anda yang menjawab Percaya, silahkan membaca tulisan selanjutnya. Bagi yang menjawab Tidak Percaya dan Atau, membaca tidak dilarang he he he.
Strategi apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kondisi di atas?
Jawabannya bervariasi, bisa seribu satu variasinya. Sangat tergantung dari bobot pengeluaran Makanan dan Non Makanan. Bila bobot makanan kecil, maka dampaknya menjadi lebih besar karena kenaikan persentase Non Makanan lebih besar dari persentase kenaikan Makanan.
Jika pengeluaran Non Makanan didominasi oleh pengeluaran Transportasi, ini bisa disebut kiamat kecil. Sebab, biaya operasional untuk membeli BBM sudah bisa dikalkulasi, tinggal berdoa agar Spare Part tidak naik membumbung tinggi.
Strategi yang bisa dilakukan untuk bisa tetap survive, merubah kebiasaan lama. Jika dulu naik mobil pribadi, mobilnya dikandangkan, naik sepeda motor atau naik angkutan umum. Agar perubahannya tidak terlalu mencolok, tetap naik mobil pribadi, hanya intensitasnya dikurangi. Dulu tiap minggu keluar kota, dikurangi menjadi sebulan sekali.
Ini hanya sebagai contoh, masih banyak pilihan lainnya untuk merubah kebiasaan. Biasanya, dalam keadaan terpaksa, akan muncul ide-ide baru.
Himbauan untuk penguasa, mudah-mudahkan didengar, eee keliru. Mudah-mudahan dibaca.
Kenaikan tarif angkutan yang sudah di depan mata, membuat efek domino yang tak terhitung panjangnya. Untuk memutus efek domino ini, tentunya dengan cara menghindari atau menghilangkan kenaikan biaya bagi pengusaha angkutan dengan tujuan tarif tidak naik. Subsidi yang akan diberikan kepada pengusaha angkutan menurut hemat penulis adalah salah satu solusi yang cukup jitu. Toch, efek dari subsidi ini akan dirasakan masyarakat.
Bagi teman-teman yang pingin ngutak ngatik, membuat Anggaran Rumah Tangga atau APBN internal versi setelah kenaikan BBM, penulis copykan pos-pos pengeluaran Rumah Tangga Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2011



Makanan
1
Padi-padian/Beras
7.49%
2
Umbi-umbian
0.51%
3
Ikan
4.27%
4
Daging
1.85%
5
Telur dan Susu
2.88%
6
Sayur-sayuran
4.31%
7
Kacang-kacangan
1.26%
8
Buah-buahan
2.15%
9
Minyak dan Lemak
1.91%
10
Bahan minuman
1.80%
11
Bumbu-bumbuan
1.06%
12
Konsumsi lainnya
1.07%
13
Makanan jadi
13.73%
14
Tembakau dan sirih
5.16%
Jumlah Makanan
49.45%
Bukan Makanan
1
Perumahan dan fasilitas rumah Tangga
19.92%
2
Barang dan Jasa
17.92%
3
Pakaian, alas kaki dan tutup kepala
2.02%
4
Barang-brang tahan lama
7.52%
5
Pajak dan Asuransi
1.64%
6
Keperluan Pesta dan Upacara
1.53%
Jumlah Bukan Makanan
50.55%
Total 100,00%
Selamat ngutak-ngatik APBRT. 

sumber : kompasmania.com